Foto bersama mahasiswa FIK UNW

Praktik Klinik Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Harapan Kita Jakarta.

Foto Bersama Staf FIK UNW

Kegiatan bakti sosial FIK UNW di salah satu desa di Lombok Timur.

Jayakarta Lombok

Outbound staff laboratorium kes. di Hotel Jayakarta.

Kehidupan pondok

Masya ALLOH setelah melihat kembali foto-foto masa lalu, sungguh kehidupan pondok mengajarkan bagaimana kita hidup sederhana jauh dari kemewahan dunia. Alhamdulillah sudah pernah mengenyam pahit manisnya kehidupan pondok

Gili Air Lombok

Tongkrongin sunrise di Gili Air.

Minggu, 21 Februari 2010

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi terhadap abdomen.

TOPOGRAFI ANATOMI ABDOMEN
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
  1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
  2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
Ø  Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
Ø  Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.
Ø  Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.

Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di daerah suprapubik.

INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
Ø  Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
Ø  Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
Ø  Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
Ø  Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
Ø  Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ  apa atau tumor apa.
Ø  Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
Ø  Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.

Perhatikan juga gerakan pasien:
Ø  Pasien sering merubah posisi à adanya obstruksi usus.
Ø  Pasien sering menghindari gerakan à iritasi peritoneum generalisata.
Ø  Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/ relaksasi à peritonitis.
Ø  Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri à pankreatitis parah.

AUSKULTASI
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
Ø  Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
Ø  Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

PALPASI
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
Ø  Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
Ø  Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
Ø  Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
Ø  Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
Ø  Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen.
Ø  Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat memantul.
Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
Ø  Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.

Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.
Anatomic Location of Organs by Quadrant
RIGHT UPPER QUADRANT (RUQ )
Liver
Gallbladder
Duodenum
Head of pancreas
Right kidney and adrenal
Hepatic flexure of colon
Part of ascending and transverse colon
LEFT UPPER QUADRANT (LUQ)
Stomach
Spleen
Left lobe of liver
Body of pancreas
Left kidney and adrenal
Splenic flexure of colon
Part of transverse and descending colon
RIGHT LOWER QUADRANT (RLQ)
Cecum
Appendix
Right ovary and tube
Right ureter
Right spermatic cord
LEFT LOWER QUADRANT (LLQ)
Part of descending colon
Sigmoid colon
Left ovary and tube
Left ureter
Left spermatic cord

MIDLINE
Aorta
Uterus (if enlarged)
Bladder (if distended)


PERKUSI
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
Ø  Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
Ø  Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:
o   Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
o   Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.

Asuhan Keperawatan Hernia Nukleus Pulposus


HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Pengertian
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)

Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)

Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.


Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Manifestasi Klinis
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis  bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).

Pemeriksaan Diagnostik
1.      RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang
2.      M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
3.      CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I
4.      Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

Penatalaksanaan
1.      Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a.       Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b.      Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c.       Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d.      Disektomi dengan peleburan.
2.      Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.
3.      Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
4.      Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.

Pengkajian
1.      Anamnesa
Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga
2.      Pemeriksaan Fisik
Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya.
3.      Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1.      Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2.      Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
3.      Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4.      Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.

Intervensi
1.      Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
a.       Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10
b.      Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang
c.       Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
d.      Bantu pemasangan brace / korset
e.       Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
f.       Ajarkan teknik relaksasi
g.      Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi

2.      Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
a.       Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
b.      Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
c.       Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
d.      Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
e.       Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
f.       Kolaborasi : analgetik

3.      Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
a.       Kaji tingkat ansietas pasien
b.      Berikan informasi yang akurat
c.       Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
d.      Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e.       Libatkan keluarga

4.      Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
a.       Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
b.      Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong
c.       Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
d.      Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
e.       Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
f.       Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.



DAFTAR PUSTAKA

1.         Smeltzer, Suzane C,  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2.         Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
3.         Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5,  Jakarta : EGC, 1998.
4.         Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5.         Priguna Sidharta,  Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6.         Chusid, IG,  Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993.